OECD
OECD
Berbagai aspek kajian
mengenai kerjasama Indonesia dan OECD seperti manfaat yang dapat dipetik dan
apa konsekuensi politik ekonomi dari keanggotaan Indonesia; bagaimana mengoptimalkan
kerjasama Indonesia dan OECD untuk mendukung kepentingan nasional; termasuk
mekanisme koordinasi di dalam negeri merupakan sebagian pertanyaan-pertanyaan
yang coba dibahas dan didiskusikan melalui kegiatan Diskusi Panel Tinjauan
Strategis Kerjasama Indonesia dan OECD pada tanggal 23 Februari 2011 di
Jakarta. Pertemuan tersebut diselenggarakan Kementerian Luar Negeri dan KBRI
Paris dengan dukungan Sekretariat OECD.
Pertemuan tersebut
juga bertujuan untuk memformulasikan kebijakan Indonesia terhadap OECD serta
meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan mengenai OECD dan keterlibatan
Indonesia selama ini dalam Organisasi tersebut. Selain itu, pertemuan dimaksud
sebagai wahana untuk memfasilitasi diskusi antara kalangan Pemerintah, akademisi
dan masyarakat madani mengenai Indonesia dan OECD.
Pertemuan dibuka
dengan kata sambutan Plt. Direktur Jenderal Multilateral dan dilanjutkan
presentasi oleh Eric Bourget, Direktur Badan Kerjasama Non-Anggota OECD,
perwakilan Sekretariat OECD. Dalam paparannya disampaikan bahwa untuk
meningkatkan pengaruh OECD dalam perekonomian global, OECD berupaya memperluas
jaringan dengan menjangkau negara-negara lain melalui Enlargement and
Enhancement Engagement (EE-5) yang meliputi Brasil, China, India, Indonesia dan
Afrika Selatan dengan opsi keanggotaan penuh. OECD berharap Indonesia serta
negara EE-5 lainnya dapat terus berpartisipasi aktif dalam kerangka kerjasama
OECD.
Diskusi Panel yang
dipandu oleh Direktur PELH menghadirkan 5 (lima) panelis yang terdiri dari: (i)
Charmeida Tjokrosuwarno, Tenaga Pengkaji Bidang Perencanaan Strategik Setjen
Kemenkeu; (ii) Agus Sardjana, Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebijakan
Organisasi Internasional BPPK Kemlu; (iii) Suhaedi, Peneliti Senior Utama
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia; (iv) Tri
Tharyat, Counsellor Ekonomi KBRI Paris; dan (v) Tony Prasetiantono, Kepala
Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM.
Secara umum para
panelis mengemukakan bahwa partisipasi Indonesia sebagai EE-5 merupakan hal
yang tepat dengan mempertimbangkan aspek kebijakan luar negeri serta
konsekuensi yang mungkin ditimbulkan (politik, ekonomi dan hukum). Partisipasi
Indonesia dapat diperkuat antara lain dengan peran aktif di badan-badan
subsider OECD, mengembangkan kerjasama yang lebih konkrit dalam Indonesia –
OECD partnership dan mengintensifkan dialog dengan OECD dalam bidang-bidang
yang mendukung pembangunan Indonesia.
Para peserta umumnya
menyampaikan keterlibatan Indonesia di OECD menuntut kesiapan untuk dapat
berpartisipasi aktif dalam mengikuti berbagai pertemuan di OECD. Sehingga perlu
dikaji aspek kelembagaan dan koordinasi antar instansi terkait mengenai
penanganan partisipasi Indonesia di OECD. Indonesia juga akan terus
memaksimalkan partisipasinya di berbagai forum internasional sepert di OECD
dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional terkait agenda pembangunan.
(Sumber: Direktorat Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup)
Indonesia diharapkan dapat menjadi anggota tetap
komisi penyuapan (bribery) Organisation for
Economic Co-operation and Development
(OECD) karena akan banyak manfaatnya bagi Indonesia sendiri, asalkan bisa menerima konvensi
internasional OECD yang ada.
"Kami
tahu banyak kasus korupsi di Indonesia.
Akan lebih sempurna kalau bisa jadi anggota tetap OECD di masa mendatang karena
selama ini statusnya hanya observer (pengamat) saja," kata Ketua Kelompok
Kerja Mengenai Masalah Penyuapan (WGB) OECD,
Organisasi
untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and
Development)
merupakan
sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar
bebas. Berawal tahun1948 dengan nama Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi Eropa (OEEC - Organisation for European Economic
Co-operation), dipimpin oleh Robert Marjolin dari Perancis, untuk membantu menjalankan Marshall
Plan, untuk rekonstruksi Eropa setelah Perang
Dunia II. Kemudian,
keanggotaannya merambah negara-negara non-Eropa, dan tahun 1961, dibentuk kembali menjadi OECD oleh Konvensi
tentang Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi.
Terdapat tiga puluh anggota penuh, 25 diantaranya
(ditandai dengan *) dianggap sebagai negara berpendapatan tinggi oleh Bank Dunia tahun
2006.
Anggota pendiri (1961):
|
|
Kerangka kerja :
Ekonomi
Daya Saing
Pertanian
Pertumbuhan ekonomi
Perusahaan, Industri dan Servis
Kewilayahan
Pembangunan perdesaan dan perkotaan
Pembangunan
Masalah-2 Pembangunan
Pemerintahan
Lembaga Pemerintah
Pemberantasan Korupsi
Manajemen Perlayanan Publik
Reformasi peraturan
Kelestarian
Perikanan
Energi
Lingkungan Hidup
Kesinambungan Pembangunan
|
Kemasyarakatan
Pendidikan
Ketenaga Kerjaan
Masalah Kesejahteraan Masyarakat
Kesehatan
Migrasi
Keuangan
Pasar Keuangan
Asuransi dan Pension
Investasi
Perpajakan
Pembaruan
Bioteknologi
Teknologi Informasi dan komunikasi
Ilmu pengetahuan dan inovasi
|
Komentar
Posting Komentar