Tax Avoidance



Apakah yang dimaksud dengan Tax Avoidance?

Tax Avoidance (penghindaran pajak) berciri fraus legis yaitu kawasan grey area yang posisinya berada di antara tax compliancedan tax evasion. Beberapa pihak mencoba mendefinisikan tax avoidance.

Justice Reddy (dalam kasus McDowell & Co Versus CTO di US) merumuskan tax avoidance sebagai seni menghindari pajak tanpa melanggar hukum.
Black’s Law Dictionary menjelaskan, tax avoidance adalah upaya meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan peluang penghindaran pajak (loopholes) dengan tidak melanggar hukum pajak.

Lebih lanjut, OECD mendeskripsikan bahwa tax avoidance adalah usaha wajib pajak mengurangi pajak terutang, meskipun upaya ini bisa jadi tidak melanggar hukum (the letter of the law), namun sebenarnya bertentangan dengan tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan perpajakan (the spirit of the law).

Ronen Palan (2008) menyebutkan suatu transaksi diindikasikan sebagai tax avoidance apabila melakukan salah satu tindakan berikut :

a.    Wajib Pajak (WP) berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum pajak.

b.    WP berusaha agar pajak dikenakan atas keuntungan yang di declare dan bukan atas keuntungan yang sebenarnya diperoleh;

c.     WP mengusahakan penundaan pembayaran pajak.


Lalu, apakah yang dimaksud dengan Tax Evasion?

Tax Evasion (Tax Fraud) atau penggelapan pajak adalah tindakan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengurangi jumlah pajak terutang atau sama sekali tidak membayarkan pajaknya melalui cara-cara ilegal.
Rohatgi (2007) menyatakan bahwa tax evasion adalah niat untuk menghindari pembayaran pajak terutang, dengan cara menyembunyikan data dan fakta secara sengaja dari otoritas pajak, dan ini merupakan tindakan ilegal.

Selain itu, Russo (2007) mendefinisikan tax evasion sebagai kondisi di mana wajib pajak menghindar untuk membayar pajak terutang tanpa menghindar dari kewajiban pajak sehingga hal ini melanggar ketentuan perpajakan.

Contoh umum penggelapan pajak misalnya wajib pajak tidak melaporkan sebagian atau seluruh penghasilannya dalam SPT atau membebankan biaya-biaya yang tidak seharusnya dijadikan pengurang penghasilan untuk tujuan meminimalkan beban pajak. Tindakan illegal ini menyebabkan kerugian negara.

Sebagian besar negara mengenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana terhadap wajib pajak yang melakukan penggelapan pajak.

Apakah Indonesia sudah memiliki ketentuan tentang penghindaran pajak?

Untuk menangkal praktik penghindaran pajak, negara-negara membuat aturan dan kebijakan anti penghindaran pajak. Meski belum sempurna, Indonesia telah memiliki beberapa ketentuan anti penghindaran pajak.

1.    Ketentuan anti thin capitalization yaitu upaya wajib pajak mengurangi beban pajak dengan cara memperbesar pinjaman – bukan justru menambah modal – agar dapat membebankan biaya bunga dan mengecilkan laba.

Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.03/2015 yang mengatur Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan (Debt to Equity Ratio).

2.    Ketentuan mengenai Controlled Foreign Corporation (CFC) Rules di Pasal 18 ayat (2) UU PPh, yang mengatur kewenangan Menteri Keuangan menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri paling rendah 50 persen, selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek.
3.    Ketentuan tentang transfer pricing dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh yang mengatur kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa.

4.    PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.

5.    Ketentuan anti-treaty shopping, yang diatur dalam PER-62/PJ/2009 jo PER-25/PJ/2010 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.  (Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA))


Konsep Anti Tax Avoidance.

Perusahaan yang saling berhubungan / ada hubungan istimewa ( related parties atau affiliated parties) sering mengatur harga yang menyebabkan harga kurang wajar atau kurang lazim ( arm’s length principle) dengan motif melakukan tax avoidance.
Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) dan (3A) UU Nomor 36 Tahun 2008 dan Permenkeu Nomor 160/PMK.04/2010 untuk Bea Masuk, dua atau lebih perusahaan yang saling berhubungan disebut mempunyai hubungan istimewa antara lain apabila :

·         Kepemilikan saham minimal 25 %;
·         Pengendali perusahaan berada di tangan satu keluarga;
·         Yang merupakan satu group dari satu keluarga;
·         Penguasaan teknologi yang dipakai dalam proses produksi;
·         Keterkaitan perusahaan merupakan sinergi / integrated system;
·         Hubungan sebagai pekerja dan pemberi kerja;
·         Secara bersama dikendalikan atau mengendalikan pihak lain yang sama
·         Dikenal sebagai partner kerja / rekan dagang.

Transfer pricing yang dilakukan melalui Tax avoidance dapat berupa :

1.    Penjualan, pengalihan, pembelian, atau peralihan barang berwujud maupun barang tidak berwujud ( intangible goods);
2.    Sewa, royalti atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan / pemanfaatan harta berwujud dan tidak berwujud;
3.    Penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau pemanfaatan jasa;
4.    Alokasi biaya;
5.    Penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrument keuangan dan penghasilan / pengeluaran yang timbul akibat penyerahan harta dalam bentuk instrument tersebut.

Konsep untuk melakukan penghindaran tax avoidence tersebut antara lain :

Menentukan nilai yang wajar atau yang lazim dengan :

1) Metode harga sebanding ( comparable uncontrolled price= CUP);
2) Metode harga jual kembali ( resale price methode = RPM);
3) Metode harga pokok plus ( cost plus methode = CPM );
4) Metode laba bersih transaksional ( transactional net margin methode = TNMM );
5) Metode pembagian laba  berupa indikator tingkat laba( profiit level indicator)  atau 
    laba bersih operasi ( net operating profit).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akuntansi Bank

PBB

Laboratorium Pajak Daerah