PBB Sektor P3
PBB Sektor (P3)
Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dibagi kedalam 5 sektor yaitu sektor Pedesaan dan Perkotaan
yang disebut dengan P2 (Kewenangannya telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota masing-masing), sedangkan sektor Perkebunan, Perhutanan, dan
Pertambangan yang disebut P3. Masih merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Fokus
utama untuk perhitungan PBB Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan adalah
menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Apabila NJOP telah diperoleh maka
dengan mudah dapat dihitung PBB terutang.
Beberapa
istilah yang perlu kita ketahui dalam PBB Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan
Pertambangan diantaranya adalah beberapa pengertian sebagai berikut :
1. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP
adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek
Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis,
atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
2. Standar Investasi Tanaman yang selanjutnya disingkat SIT adalah jumlah biaya tenaga kerja,
bahan dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan
pemeliharaan tanaman.
3. Areal Emplasemen adalah areal yang digunakan untuk
berdirinya bangunan dan sarana pelengkap lainnya dalam perhutanan termasuk
areal jalan yang diperkeras.
A.
Sektor Perkebunan
Dasar Hukum :
- Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2002.
2014.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2014 tanggal 24 November
2014
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-36/PJ/2014 tanggal 13 Oktober 2014.
Berdasarkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-64/PJ/2010 tersebut di atas, yang
dimaksud dengan objek pajak sektor perkebunan adalah objek pajak bumi dan
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau
Badan, yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan yang diberikan hak guna usaha
perkebunan.
Kegiatan
usaha perkebunan meliputi :
1. usaha
budidaya tanaman perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya
(IUP-B), dan
2. usaha
budidaya tanaman perkebunan yang terintegrasi dengan usaha pengolahan hasil perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan.
Kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, meliputi :
a. wilayah yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan yang mempunyai hak guna usaha atau
yang sedang dalam proses mendapatkan hak guna usaha; dan
b. wilayah di
luar hak guna usaha atau yang sedang dalam proses mendapatkan hak guna usaha
yang merupakan sate kesatuan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan.
Pada sektor perkebunan terdapat berbagai jenis areal
(tanah) dengan karakteristik yang berbeda sehingga NJOP masing-masing areal
juga berbeda sesuai dengan Nilai Indikasi Rata-rata masing-masing tanah diareal
yang bersangkutan. Adapun areal-areal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Areal Kebun, yaitu
areal yang sudah diolah dan ditanami dengan komoditas
perkebunan baik yang telah menghasilkan maupun belum
menghasilkan
NJOP = NJOP
tanah + Standar Investasi Tanaman
NJOP tanah :
sesuai dengan karakteristik tanah dan hasil pendataan dan penilaian yang
kemudian dituangkan kedalam bentuk Surat Keputusan Kakanwil DJP
Standar
Investasi Tanaman : jumlah modal yang diinvestasikan menurut umur
dan jenis
tanaman dalam satuan rupiah per hektar
2. Areal yang sudah diolah tapi belum ditanami.
NJOP = NJOP
tanah + Biaya Pengolahan/pematangan tanah dalam satu tahun.
3. Areal Emplasemen, yaitu areal yang diatasnya
terdapat bangunan dan / atau
Pekarangan. NJOP =
NJOP tanah
4. Areal lain, yaitu areal selain areal kebun dan areal emplasemen
yang berupa areal belum diolah, rawa, cadas, jurang atau tanah lain yang tidak
dapat dimanfaatkan untuk perkebunan. NJOP
= NJOP tanah
Contoh Perhitungan Sederhana PBB Sektor Perkebunan :
PT. RUM CRUBER di Kendari memiliki luas pekebunan Karet
seluas 35.717 Ha. Permanfa’atan tanah dan bangunan yang telah dikuasai
Perusahaan dengan rincian sbb :
A. Tanah.
1. Areal
Kebun Karet
a. Usia
Tanam 1 tahun luas 6.400 Ha klasifikasi
102 dengan nilai Rp. 5.700,-/m²
SIT : Rp. 12.900.000,-/Ha
SIT : Rp. 12.900.000,-/Ha
b. Usia
Tanam 2 tahun luas 5.600 Ha klasifikasi
100 dengan nilai Rp. 7.700,-/m²
SIT : Rp. 11.300.000,-/Ha
SIT : Rp. 11.300.000,-/Ha
c. Usia
Tanam 3 tahun luas 4.500 Ha klasifikasi
099 dengan nilai Rp. 8.700,-/m²
SIT : Rp. 10.100.000,-/Ha
SIT : Rp. 10.100.000,-/Ha
d. Areal
Kebun dengan Tanaman yang sudah menghasilkan 12.500 Ha
klasifikasi 096 dengan nilai Rp. 11.700,-/m² SIT : Rp. 9.700.000,-/Ha
klasifikasi 096 dengan nilai Rp. 11.700,-/m² SIT : Rp. 9.700.000,-/Ha
2. Areal
Kebun yang sudah dimatangkan belum ditanami 6.600 Ha klasifikasi 104 dengan
nilai Rp. 3.700,-/m² Biaya Pematangan
Tanah : Rp. 13.900.000,-/Ha
3. Areal
Emplasemen :
a.
Kantor
luas 20 Ha Klasifikasi 080 dengan nilai 27.500,-/m²
b.
Gudang
luas 10 Ha Klasifikasi 082 dengan nilai 25.500,-/m²
c.
Pabrik
luas 22 Ha Klasifikasi 082
d.
Mess
Karyawan luas 2 Ha Klasifikasi 080
e.
Perumahan
luas 12 Ha Klasifikasi 080
f.
Sarana
Ibadah luas 5 Ha Klasifikasi 080
g.
Sarana
Olah Raga luas 15 Ha Klasifikasi 082
h.
Sarana
Kesehatan/Balai Pengobatan luas 1 Ha Klasifikasi 080
i.
Taman
luas 1 Ha Klasifikasi 080
4. Areal
Lainnya :
a. Jalan : Panjang 120 km x 6 m diperkirakan 10 Ha klasifikasi 100 dengan
nilai Rp. 7.700,-/m²
b. Pasar
luas 2 Ha Klasifikasi 082
B. Bangunan.
a.
Kantor
terdiri dari 2 lantai, masing-masing lantai 20.000 m² Klasifikasi 035 dengan
nilai 275.000,-/m² untuk Lantai I dan
Klasifikasi 033 dengan nilai 350.000,-/m²
untuk Lantai II
b.
Gudang
luas 20.000 m² Klasifikasi 039 dengan
nilai 225.500,-/m²
c.
Pabrik
luas 102.500 m² Klasifikasi 039
d.
Mess
Karyawan luas 17.500 m² Klasifikasi 035
e.
Perumahan
luas 88.000 m² Klasifikasi 033
f.
Sarana
Ibadah luas 7.500 m² Klasifikasi 033
g.
Sarana
Olah Raga 10.500 m² Klasifikasi 039
h.
Sarana
Kesehatan/Balai Pengobatan 1.000 m² Klasifikasi 035
i.
Gedung
Serba Guna luas 2.000 m² Klasifikasi 035
C. Areal
Tidak termanfa’atkan :
a.
Cadas
luas 2 Ha
b.
Rawa
luas 12 Ha
c.
Jurang
luas 3 Ha
Besarnya PPB Perkebunan Terutang Tahun
“X” atas lahan yang dikuasai/dimanfa’atkan oleh PT. Rum Cruber, Jika NJOPTKP di
tetapkan sebesar Rp. 12.000.000,-
PENYELESAIAN PBB TERUTANG
1. NJOP
Tanah :
a. Areal
Kebun :
- Usia
Tanam 1 tahun luas 6.400 x 10.000 x Rp.
5.700,- = Rp. 364.800.000.000
- SIT
: Rp. 12.900.000,- x 6.400 = Rp.
82.560.000.000
- Usia
Tanam 2 tahun luas 5.600 x 10.000 x Rp.
7.700,- = Rp. 431.200.000.000
- SIT
: Rp. 11.300.000,- x 5.600 = Rp.
63.280.000.000
- Usia
Tanam 3 tahun luas 4.500 x 10.000 x Rp.
8.700,- = Rp. 391.500.000.000
- SIT
: Rp. 10.100.000,- x 4.500 = Rp.
45.450.000.000
- Tanaman
yang sudah menghasilkan
luas 12.500 x 10.000 x Rp. 11.700,- = Rp 1.462.500.000.000
- SIT
: Rp. 9.700.000,- x 12.500 = Rp. 121.250.000.000
b. Areal
Kebun yang belum ditanami :
- Luas
kebun 6.600 x 10.000 x Rp. 3.700,- = Rp. 244.200.000.000
- SIT
: Rp. 13.900.000,- x 6.600 = Rp. 91.740.000.000
c. Areal
Emplasemen :
a.
Kantor
luas 20 x 10.000 x Rp. 27.500,- =
Rp. 5.500.000.000
b.
Gudang
luas 10 x 10.000 x Rp. 25.500,- = Rp. 2.550.000.000
c.
Pabrik
luas 22 x 10.000 x Rp. 25.500,- = Rp. 5.610.000.000
d.
Mess
Karyawan 2 x 10.000 x Rp. 27.500,- = Rp. 550.000.000
e.
Perumahan
luas 12 x 10.000 x Rp. 27.500,- = Rp. 3.300.000.000
f.
Sarana
Ibadah luas 5 x 10.000 x Rp. 27.500,- = Rp. 0
g.
Sarana
Olah Raga luas 15 x 10.000 x Rp. 25.500,- = Rp. 0
h.
Sarana
Kesehatan/Balai Pengobatan luas 10.000 = Rp. 0
i.
Taman
luas 10.000 =
Rp. 0
d. Areal
Lainnya :
a.
Jalan
10 x 10.000 x Rp. 7.700,- =
Rp. 0
b.
Pasar
2 x 10.000 x Rp. 25.500,- =
Rp. 0
e. Areal
Tidak termanfa’atkan :
a.
Cadas
2 x 10.000 =
Rp. 0
b.
Rawa
12 x 10.000 = Rp. 0
c.
Jurang
3 x 10.000 =
Rp. 0
NJOP
Tanah ( I )
= Rp. 3.315.990.000.000
2. NJOP
Bangunan :
a.
Kantor
Lantai I luas 20.000 x Rp. 275.000,- =
Rp. 5.500.000.000
Kantor Lantai II luas 20.000 x Rp.
350.000,- = Rp.
7.000.000.000
b.
Gudang
luas 20.000 x Rp. 225.500,- =
Rp. 4.510.000.000
c.
Pabrik
luas 102.500 x Rp. 225.500,- = Rp. 23.113.750.000
d.
Mess
Karyawan 17.500 x Rp. 275.000,- = Rp. 4.812.500.000
e.
Perumahan
luas 88.000 x Rp. 350.000,- = Rp. 30.800.000.000
f.
Sarana
Ibadah luas 7.5000 x Rp. 350.000,- = Rp. 0
g.
Sarana
Olah Raga luas 10.500 x Rp.
225.500,- = Rp. 0
h.
Balai
Pengobatan luas 1.000 x Rp. 275.000 = Rp. 0
i.
Gedung
Serba Guna luas 2.000 x Rp. 275.000,- = Rp. 0
NJOP Bangunan ( II ) = Rp. 75.736.250.000
NJOP Tanah dan Bangunan ( I + II ) = Rp. 3.391.726.250.000
NJOP TKP = Rp. 12.000.000
NJOPKP Tanah dan Bangunan = Rp.
3.391.714.250.000
PBB
Terutang :
40 %
x 0,5 % x Rp. 3.391.714.250.000,- = Rp. 6.783.428.500,-
Keterangan :
Untuk Tanah/Bumi yang dikuasai seluas : 35.717 Ha
Untuk Bangunan seluas : 289.000 m²
|
B. SEKTOR PERHUTANAN.
Dasar Hukum :
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-36/PJ/2011 tanggal 18 November 2011 tentang Pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan.
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-89/PJ/2011 tanggal 18
November 2011.
Berdasarkan peraturan
dan surat edaran tersebut di atas, objek pajak PBB Perhutanan adalah bumi
dan/atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang diberikan
hak pengusahaan hutan. Objek pajak bumi di dalam sektor perhutanan terdiri dari
areal produktif, areal belum produktif, areal emplasemen, dan areal lain.
Beberapa
pengertian yang perlu dipahami dalam menghitung PBB Perhutanan sesuai
PER-36/PJ/2011 diantaranya :
1. Areal
Produktif yang disebut juga Areal Blok Tebangan yaitu areal hutan
dimana kayu-kayu pada areal tersebut mempunyai umur ataupun diameter yang cukup
untuk ditebang dan bernilai ekonomis. Luas areal ini biasanya
dinyatakan didalam Rencana Karya Tahunan (RKT) yang diterbitkan oleh Dinas
Kehutanan kepada para pengusaha hutan.
2. Areal Belum/Tidak
Produktif yang disebut juga Areal Non Blok Tebangan yaitu areal
hutan dimana kayu-kayunya belum layak ditebang karena belum cukup umur dan
tidak ekonomis untuk ditebang.
3. Areal Lainnya yaitu areal yang
tidak ada tegakannya (tidak ada pepohonannya) seperti rawa, payau, waduk/danau,
atau yang digunakan oleh pihak ketiga secara tidak sah.
4. Log Ponds yaitu areal perairan
didalam hutan yang digunakan untuk tempat penimbunan kayu.
5. Log Yards yaitu areal daratan
didalam hutan yang digunakan untuk penimbunan kayu.
6. Areal Emplasemen yaitu
merupakan areal dimana didirikan
bangunan-bangunan yang berkenaan dengan
usaha bidang kehutanan.
Untuk menentukan NJOP sektor Perhutanan
dapat dibagi atas 2(dua) kategori tergantung kepada jenis hak untuk
mengelola/mengusahakan hutan tersebut yaitu :
1. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak
Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan Izin Sah lainnya
selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI).
A. NJOP areal produktif
ditetapkan sebesar 8,5 kali hasil bersih dalam satu tahun. Hasil bersih adalah Pendapatan kotor dikurangi Biaya eksploitasi
Pendapatan kotor adalah total hasil produksi kayu tahun pajak sebelumnya
dikalikan dengan harga pasar kayu bulat dalam tahun pajak berjalan (harga pasar
per 1 Januari).
Biaya eksploitasi terdiri dari :
a. Biaya penanaman ( khusus PT. Perhutani ).
b. Biaya pemeliharaan hutan / perawatan ( khusus
PT. Perhutani ).
c. Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan
hutan.
d. Biaya penebangan ( upah tenaga kerja dan
peralatan ).
e. Biaya pengangkutan sampai ke log ponds atau
log yards.
f. PBB dan PSDH ( untuk areal blok tebangan )
tahun pajak sebelumnya.
B. NJOP areal belum/tidak
produktif, areal emplasemen dan areal lainnya = NJOP tanah.
C. NJOP Log Ponds = NJOP
Perairan, yaitu berdasarkan korelasi garis lurus kesamping dengan klasifikasi
NJOP permukaan bumi berupa tanah sekitarnya.
2. Sektor Kehutanan yang dikelola
berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri ( HPHTI ).
a. NJOP Areal Hutan adalah NJOP
tanah ditambah Biaya Pembangunan HTI menurut umur tanaman.
Standar Biaya Pembangunan HTI dibuat
berdasarkan data dari Dinas Kehutanan setempat.
b. NJOP areal emplasemen dan areal lainnya = NJOP
tanah
Contoh
Perhitungan Sederhana PBB Sektor Perhutanan :
PT. TRI GUNA di Jambi memiliki Lahan HTI seluas 600.000 Ha. Permanfa’atan tanah dan
bangunan yang telah dikuasai Perusahaan tersebut dengan rincian sbb :
A.
Tanah.
a. Areal
Produkti
Hutan Blok Tebangan Luas 175.000 Ha
klasifikasi 098 dengan nilai Rp. 2.700,-/m²
b. Areal
belum/tidak produktif
Hutan Non Blok Tebangan Luas 425.600 Ha
klasifikasi 102 nilai Rp. 2.200,-/m²
c. 1.
Log Ponds Luas: 15,7 Ha klasifikasi 299 Nilai Penyesuaian Rp. 25,-/m²
2. Log Yard Luas: 7,2 Ha Klasifikasi
098
d. Areal
Lainnya
1. Rawa
Luas 175 Ha Klasifikasi 170 dengan Rp.
220,-/ m²
2. Payau
Luas 22 Ha Klasifikasi 170
e. Areal
Emplasemen
1. Pabrik
Pengolahan Kayu Mentah Luas 2,1 Ha Klasifikasi 096 nilai Rp. 2.900,-/m²
2. Gudang
Luas 1 Ha Klasifikasi 096
3. Kantor
ADM Lapangan Luas 3.750 m² Klasifikasi 096
4. Mess
Petugas Lapangan Luas 2 Ha Klasifikasi 096
5. Balai
Pengobatan Luas 750 m² Klasifikasi 096
6. Sarana
Ibadah Luas 1.250 m² Klasifikasi 096
7. Pos-Pos
Pengamanan Luas 2.250 m² Klasifikasi 098
8.
Gedung
Serba Guna luas 2.000 m² Klasifikasi 096
B.
Bangunan.
a.
Pabrik
Pengolahan Kayu Luas 10.300 m² klasifikasi 044 nilan Rp. 77.300,-/ m²
b.
Gudang
Luas 4.770 m² klasifikasi 045 dengan nilai Rp. 76.500,-/ m²
c.
Kantor
ADM Lapangan luas 1.250 m² Klasifikasi
040 dengan nilai Rp. 79.300,-/m²
d.
Mess
Petugas Lapangan Luas 800 m² klasifikasi 042 dengan nilai Rp. 78.500,-/m²
e.
Balai
Pengobatan Luas 400 m² Klasifiikasi 040
f.
Sarana
Ibadah luas Luas 700 m² Klasifikasi 040
g.
Pos-Pos
Pengamanan luas 360 m² Klasifikasi 042
h.
Gedung
Serba Guna luas 900 m² Klasifikasi 042
Angka
Kapitalisasi ditetapkan sebesar 8,5.
Hasil
bersih setahun sebelum pajak berjalan sebesar Rp. 4.775.850.000,-
Hitunglah berapa besarnya PPB
Perhutanan terutang Tahun “X” atas lahan yang dikuasai oleh PT. TRI GUNA, Jika
NJOPTKP di tetapkan sebesar Rp. 12.000.000,-
PENYELESAIAN PBB TERUTANG
A. NJOP
Tanah/Bumi :
1. Areal
Produktif : 8,5 x Rp.4.775.850.000 =
Rp. 40.594.725.000,-
2. Areal
belum Produktif : 425.600 x 10.000 x Rp. 2.200,- = Rp. 9.363.200.000.000,-
3. Log
Ponds : 15,7 x 10.000 x Rp. 25,- =
Rp. 3.925.000,-
4. Log
Yard : 7,2 x 10.000 x Rp. 2.700,- =
Rp. 194.400.000,-
5. Rawa
: 175 x 10.000 x Rp. 220,- =
Rp. 0
6. Payau
: 22 x 10.000 x Rp. Rp. 220,- =
Rp. 0
7. Areal
Emplasmen :
a. Pabrik
: 2,1 x 10.000 x Rp. 2.900 =
Rp. 60.900.000,-
b. Gudang
: 10.000 x Rp. 2.900 =
Rp. 29.000.000,-
c. Kantor
: 3.750 x Rp. 2.900 =
Rp. 10.875.000,-
d. Mess
Petugas Lapangan : 2 x 10.000 x Rp. 2.900
= Rp. 58.000.000,-
e. Balai
Pengobatan : 750 x Rp. 2.900 =
Rp. 0
f. Sarana
Ibadah : 1.250 x Rp. 2.900
= Rp. 0
g. Pos-Pos
Pengamanan : 2.250 x Rp. 2.700 =
Rp. 6.075.000,-
h. Gedung
Serba Guna : 2.000 x Rp. 2.900 =
Rp. 0 ,-
NJOP
Tanah/Bumi ( I ) =
Rp. 9.404.157.900.000
B. NJOP
Bangunan :
a.
Pabrik
luas : 10.300 x Rp. 77.300 = Rp.
796.190.000,-
b.
Gudang
luas : 4.770 x Rp. 76.500,- = Rp.
364.905..000,-
c.
Kantor
luas : 1.250 x Rp. 79.300,-
= Rp.
99.125.000,-
d.
Mess
Karyawan Lapangan luas : 800 x Rp. 78.500,- = Rp.
62.800.000,-
e.
Balai
Pengobatan luas : 400 x Rp. 79.300 = Rp.
0
f.
Sarana
Ibadah luas : 700 x Rp. 79.300,- = Rp.
0
g.
Pos-Pos
Pengamanan luas : 360 x Rp. 78.500,- =
Rp. 28.260.000,-
h.
Gedung
Serba Guna luas : 900 x Rp. 78.500,- = Rp. 0 ,-
NJOP Bangunan ( II ) = Rp. 1.351.280.000
NJOP Tanah dan Bangunan ( I + II ) = Rp. 9.405.509.180.000
NJOP TKP = Rp.
12.000.000
NJOPKP Tanah dan Bangunan
= Rp. 9.405.497.180.000
PBB
Terutang :
40 % x 0,5 % x Rp. 9.405.497.180.000,-
= Rp. 18.810.994.360,-
Keterangan :
1.
Tanah/Bumi
sesuai izin yang diberikan : 600.000 Ha
2.
Tanah/Bumi
yang dimanfa’atkan seluas : 600.826 Ha
3.
Kelebihan
Pemanfa’atan Tanah/Bumi sesuai izin terdaftar
seluas 826 Ha
4.
Bangunan terdaftar seluas : 19.480 m²
|
C. SEKTOR
PERTAMBANGAN.
Dasar Hukum :
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan.
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tanggal 28 Desember
2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan
untuk Pertambangan Mineral dan Batubara
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-64/PJ/2012 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012.
Usaha bidang pertambangan dapat diklasifikasikan
berdasarkan kepada hasil tambang dan lokasi penambangannya. Berdasarkan hasil
tambang terbagi atas 2 (dua) jenis yaitu :
1. pertambangan minyak, gas dan panas bumi, dan
2. pertambangan bukan minyak, gas dan panas bumi yang
mengeksploitasi bahan tambang logam (seperti bijih besi) dan bukan logam
(seperti batubara, pasir).
Sedangkan berdasarkan lokasi penambangan, usaha bidang
pertambangan terdiri dari pertambangan lepas pantai (off shore) dan
kedua pertambangan daratan (on shore).
Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, yang dimaksud dengan bahan galian
adalah unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan
termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam. Bahan-bahan
galian ini terbagi atas 3 (tiga) jenis yaitu:
a. Bahan galian strategis dalam arti strategis bagi pertahanan dan keamanan
serta perekonomian negara, antara lain seperti minyak bumi, bitumen cair, lilin
bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, batubara, nikel, timah, uranium dan bahan
radio aktif lainnya.
b. Bahan galian vital dalam arti dapat menjamin hajat hidup orang banyak,
antara lain seperti besi, mangaan, wolfram, tembaga, emas, perak, platina,
yodium, belerang.
c. Bahan galian yang tidak termasuk jenis a atau b dalam arti karena
sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional, antara
lain seperti nitrat-nitrat, garam batu, asbes, batu permata, pasir kwarsa, batu
apung, batu kapur, granit, andesit.
Sektor pertambangan adalah objek Pajak Bumi dan
Bangunan yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian dari semua
jenis golongan yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan
galian lainnya. Dalam kasus ini hanya akan memaparkan pengenaan PBB atas
pertambangan mineral (dahulu disebut galian C) dan batubara.
Pengenaan PBB sektor pertambangan mineral dan batubara
(minerba) diatur di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-32/PJ/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara dan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-64/PJ/2012 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012. Di dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan PBB Mineral dan
Batubara adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan yang
digunakan untuk kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minerba meliputi wilayah izin
pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis dan wilayah di luar wilayah izin
pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis yang merupakan satu kesatuan
yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minerba.
Objek pajak bumi dapat dibagi 2(dua) yaitu :
1. Permukaan
bumi yang meliputi tanah dan/atau perairan pedalaman (onshore) dan/atau
perairan lepas pantai (offshore).
2. Tubuh bumi
yang berada di bawah permukaan bumi.
Sedangkan objek bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada areal onshore dan/atau areal
offshore.
Permukaan bumi untuk areal onshore meliputi: areal produktif,
areal belum produktif (areal cadangan produksi dan areal yang belum
dimanfaatkan), sedangkan areal tidak
produktif merupakan areal emplasemen, dan areal pengaman.
Tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi terdiri
dari tubuh bumi untuk kegiatan eksplorasi dan tubuh bumi untuk kegiatan operasi
produksi.
Dasar pengenaan dari PBB sektor pertambangan Minerba
adalah NJOP yang merupakan penjumlahan dari NJOP bumi dan NJOP bangunan. NJOP
bumi areal onshore atau areal offshore merupakan hasil perkalian antara total
luas areal yang dikenakan dengan NJOP bumi per meter persegi, sedangkan NJOP
tubuh bumi baik yang eksplorasi atau yang kegiatan operasi produksi merupakan
hasil perkalian antara luas Wilayah Kerja dengan NJOP bumi per meter persegi.
NJOP bumi per meter persegi tersebut merupakan hasil
konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi yang
tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang klasifikasi NJOP Bumi.
NJOP bangunan merupakan hasil perkalian antara total
luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi, dimana NJOP bangunan per
meter persegi merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke
dalam klasifikasi NJOP bangunan yang tercantum di dalam Peraturan Menteri
Keuangan tentang klasifikasi NJOP Bangunan.
Nilai bumi per meter persegi masing-masing areal
ditentukan sebagai berikut :
1. Areal
onshore merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas
areal onshore. Total nilai bumi merupakan jumlah dari perkalian luas
masing-masing areal dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal,
dimana nilai bumi per meter persegi untuk areal belum dimanfaatkan dan areal
emplasemen ditentukan melalui perbandingan harga tanah sejenis, dan areal
cadangan produksi, areal tidak produktif, dan areal pengaman ditentukan melalui
penyesuaian terhadap nilai bumi per meter persegi untuk areal belum
dimanfaatkan.
2. Tubuh bumi
operasi produksi merupakan hasil pembagian antara nilai bumi untuk tubuh bumi
operasi produksi dengan luas Wilayah Kerja. Nilai bumi untuk tubuh bumi operasi
produksi merupakan perkalian Angka Kapitalisasi dengan hasil bersih galian
tambang dalam satu tahun sebelum Tahun Pajak. Hasil bersih ditentukan melalui
pengurangan pendapatan kotor dengan biaya produksi galian tambang sedangkan
besarnya Angka Kapitalisasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak.
3. Areal
offshore dan tubuh bumi eksplorasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak. Nilai bumi per meter persegi untuk areal offshore ditentukan
dengan mempertimbangkan rata-rata nilai bumi untuk areal daratan terdekat
dengan areal offshore di wilayah Indonesia.
ISTILAH-ISTILAH
DALAM PBB SEKTOR PERTAMBANGAN
1. PBB
sektor pertambangan untuk pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang
selanjutnya disebut PBB Migas adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang
berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak
Bumi dan Gas Bumi.
2. PBB
sektor pertambangan untuk pertambangan Panas Bumi yang selanjutnya disebut PBB
Panas Bumi adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan
yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi.
3. Pengenaan
adalah kegiatan menetapkan subjek pajak atau Wajib Pajak dan besarnya pajak
terutang untuk PBB Migas dan PBB Panas Bumi berdasarkan peraturan
perundang-undangan PBB.
4.
Minyak
Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan
dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin
mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan,
tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk
padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha
Minyak Bumi dan Gas Bumi.
5.
Gas
Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan
dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan
Minyak Bumi dan Gas Bumi, termasuk antara lain gas metan batubara (coalbed methane).
6.
Panas
Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air,
dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya
tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya
diperlukan proses penambangan.
7. Kontrak
Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam
kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi.
8. Izin
Usaha pertambangan adalah izin atau bentuk kontrak kerja sama lain untuk
melaksanakan kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi.
9. Eksplorasi
adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi
untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak Bumi dan/atau Gas
Bumi, atau Panas Bumi, termasuk kegiatan studi kelayakan dalam kegiatan usaha
pertambangan Panas Bumi, di Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya.
10. Eksploitasi adalah kegiatan yang
bertujuan untuk menghasilkan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, atau Panas Bumi,
dari Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya.
11. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu
di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan
Eksploitasi.
12. Wilayah Sejenisnya adalah daerah
tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, atau daerah
tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.
13. Areal Produktif adalah areal tanah
dan/atau perairan pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang
secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak
atau Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi,
atau Panas Bumi, yang sedang diusahakan untuk pengambilan hasil produksi.
14. Areal Belum Produktif adalah areal
tanah dan/atau perairan pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah
Sejenisnya yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh
subjek pajak atau Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan
Gas Bumi, atau Panas Bumi, yang belum diusahakan untuk pengambilan hasil
produksi.
15. Areal Tidak Produktif adalah areal
tanah dan/atau perairan pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah
Sejenisnya yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh
subjek pajak atau Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan
Gas Bumi, atau Panas Bumi, yang tidak dapat atau telah selesai diusahakan untuk
pengambilan hasil produksi.
16. Areal Emplasemen adalah areal tanah
dan/atau perairan pedalaman di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas Bumi, yang secara nyata
dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib
Pajak untuk menunjang kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi,
atau Panas Bumi, yang di atasnya berdiri bangunan dan sarana pendukungnya,
tidak termasuk Areal Produktif.
17. Areal Offshore adalah areal perairan
lepas pantai di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan
Minyak Bumi dan Gas Bumi, yang secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh
manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak.
18. Areal Lainnya adalah areal tanah,
perairan pedalaman, dan/atau perairan lepas pantai, di dalam Wilayah Kerja atau
Wilayah Sejenisnya yang tidak dikenakan PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 3
ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1994, dan/atau yang secara nyata tidak
dipunyai haknya dan tidak diperoleh manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib
Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, atau Panas
Bumi.
19. Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh
bumi yang berada di bawah permukaan bumi pada Wilayah Kerja atau Wilayah
Sejenisnya yang memiliki potensi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, atau Panas
Bumi.
20. Tubuh Bumi Eksploitasi adalah tubuh
bumi yang berada di bawah permukaan bumi pada Wilayah Kerja atau Wilayah
Sejenisnya yang telah menghasilkan hasil produksi berupa Minyak Bumi dan/atau
Gas Bumi, atau Panas Bumi.
21. Angka Kapitalisasi adalah angka
pengali yang digunakan untuk mengonversi hasil produksi yang terjual dalam
setahun menjadi nilai bumi untuk Tubuh Bumi Eksploitasi.
22. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya
disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli,
Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain
yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Contoh perhitungan sederhana PBB sektor
Pertambangan :
PT. Musi Bertuah,
sebuah perusahaan tambang batu bara di Palembang Sumatera Selatan, telah menyampaikan SPOP ke KPP Palembang
dengan data-data sebagai berikut :
Bumi :
1) Area
produktif lua 200 ha kelas 198
2) Area
belum produktif
a. Area General Survei luas 500 ha kelas 200 Nilai Rp.
140,-/m²
b. Area eksplorasi tahun ke-4 luas 100 ha kelas 198 Nilai
Rp. 200,- /m²
c. Area eksplorasi perpanjangan 2 luas 150 ha kelas 198
d. Area tidak produktif luas 100 ha kelas 200
3) Area
implasemen :
a.
Pabrik luas 20 ha kelas 082 Nilai Rp. 1.200,- /m²
b. Gudang
luas 2 ha kelas 102 Nilai Rp. 820,- /m²
c. Kantor luas 1 ha kelas 69 Nilai Rp. 5.000,- /m²
d. Perumahan luas 5 ha kelas 57 Nilai Rp.
10.000,- /m²
Bangunan :
1) Pabrik
luas 50.000 m2 kelas 086 Nilai Rp. 310.000,- /m²
2) Gudang
luas 5000 m2 kelas 086
3) Kantor
luas 2.000 m2 kelas 084 Nilai Rp. 365.000,- /m²
4) Perumahan
luas 10.000 m2 kelas 081 Nilai Rp. 429.000,- /m²
Hasil bersih penjualan batu
bara tahun lalu sebesar Rp 1.000.000.000,00.
Angka kapitalisasi ditetapkan : 9,5.
NJOPTKP sebesar Rp. 12.000.000,-
Permen No. 67/2011
besarnya PBB terutang ?
NJOP Bumi :
· Areal
produktif 9,5 x Rp 1.000.000.000 = Rp.
9.500.000.000
· Areal
general survey 5.000.000 x Rp 140 =
Rp. 700.000.000
· Areal
eksplorasi tahun ke-4 1.000.000 x
Rp 200 = Rp.
200.000.000
· Areal
eksplorasi perpanjangan 2 1.500.000
x Rp 200 = Rp.
300.000.000
· Areal
tidak produktif 1.000.000 x Rp 140 = Rp.
140.000.000
· Pabrik 200.000 x
Rp 1.200 =
Rp. 240.000.000
· Gudang
20.000 x Rp 820 = Rp.
16.400.000
· Kantor 10.000
x Rp 5.000 = Rp.
50.000.000
· Perumahan 50.000 x
Rp 10.000 = Rp.
500.000.000
NJOP Bumi (I)
= Rp. 11.646.400.000
NJOP Bangunan :
1.
Pabrik 50.000 x Rp
310.000 =
Rp. 15.500.000.000
2.
Gudang 5.000 x Rp
310.000 =
Rp. 1.550.000.000
3.
Kantor 2.000 x Rp 365.000 =
Rp. 730.000.000
4.
Perumahan 10.000 x Rp
429.000 = Rp. 4.290.000.000
NJOP
Bangunan (II)
= Rp. 22.070.000.000
NJOP Bumi &
Bangunan (I+II)
=
Rp. 33.716.400.000
NJOPTKP
= Rp. 12.000.000
NJOPKP =
Rp 33.704.400.000
PBB TERUTANG :
40 % x 0,5 % x Rp
33.704.400 = Rp. 67.408.800
Komentar
Posting Komentar